Tanggal 22 Maret 2022, Almazni (48 th) warga Air Merah dan Sajibun (38 th) warga Talang Arah Kabupaten Mukomuko melewati lahan garapan HGU terlantar PT. Bumi Bina Sejahtera (BBS) yang di klaim pengelolaannya oleh oleh PT. Daria Dharma Pratama (DDP). Almazni dan Sajibun adalah anggota Perkumpulan Petani Pejuang Bumi Sejahtera (PPPBS) yang mengarap lahan HGU teratar PT. BBS. Bersama 187 warga lainnya sedang mengajukan legalitas lahan melalui skema Reforma Agraria. Mereka yang tergabung dalam PPPBS percaya melalui jalan reforma agraria bisa mengurangii ketimpangan penguasaan tanah, kepastian penguasaan tanah sekaligus sebagai sumber untuk kesejahteraan.
Jam 16.00 WIB, Almazni dan Sajibun berboncengan menuju lahan garap perkebunan yang mereka usulkan sebagai Tanah Objek Reforma Agraria (TORA). Keduanya berhenti ketika melihat pondok milik Hendri, tetangga kampungnya tetapi tidak tergabung dalam PPPBS. Pondok Henri dibakar oleh PT. DDP yang dikawal oleh aparat kepolisian, Hendri Bersama istrinya di tangkap dan buah sawit hasil panen mereka diamankan sebagai barang bukti.
Sebagai mana kebiasaan petani, Almazni dan Sajibun yang selalu membawa parang yang di ikat di pinggangya ketika pergi ke kebun. Malangnya, mereka berdua dicecar dengan ragam pertanyaan oleh aparat kepolisian. Parang dan telepon gengam keduanya di sita. Ponsel mereka dibuka hingga ke aplikasi chat pribadi (WhatsApp), dan polisi membaca ruang obrolan di WhatsApp Grup PPPBS, perkumpulan yang menaungi mereka. Almazni dan Sajibun ketakutan berupaya melarikan diri, namun niat itu mereka batalkan. Almazni dan Sajibun kemudian menemui aparat kepolisian, keduanya langsung di borgol dan dimasukan kedalam mobil untuk di bawa ke kantor Kepolisian Sektor Mukumuko Selatan. Hendri dan Istrinya juga diamankan dan angkut dengan mobil yang berbeda.
Setibanya di Polsek Mukumuko Selatan, borgol Almazni dan Sajibun dilepaskan dan langsung diminta keterangan oleh 3 orang anggota polisi. Pemeriksaan tanpa Surat Perintah Penyidikan dilakukan lebih kurang selama 4 jam. Karena ketakutan, Almazni hanya menjawab ‘ia’ dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh arapat. Termasuk pertanyaan tentang Narkoba. Sajibun yang juga diminta keterangannya. Sajibun yang memiliki gangguan pendengaran mendapatkan kekerasan dari aparat karena dianggap tidak koperatif. Setelah diminta keterangan Almazni dan Sajibun diminta untuk membaca dan menandatangani hasil Berita Acara Pemeriksaan (BAP) serta diminta untuk istirahat di dalam sel yang tidak dikunci .
Tanggal 23 Maret 2022, Jam 14.00 WIB, Almazni dan Sajibun diminta oleh aparat kepolisian untuk menandatangani surat perjanjian dan tidak akan mengulangi perbuatan yang sama. Perbuatan yang sama didalam perjanjian ini tidak disebutkan jenis perbuatannya. Almazni dan Sajibun yang masih ketakutan menandatangani perjanjian dan keduanya di suruh Kembali ke rumah masing-masing.
Aksi-aksi arogansi dan kekerasan yang dilakukan oleh aparat sebagaimana yang dialami oleh Almazni dan Sajibun selalu menjadi polemic di masyarakat. Penggunaan kekuatan berlebihan oleh aparat adalah istilah yang sering digunakan untuk menyebut berbagai pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh aparat kepolisian. Pelangaran yang dilakukan dalam pengunaan kekuatan berlebihan ini biasanya dalam bentuk pelecehan, pemukulan, penyiksaan tindakan yang tidak propesional dengan ancaman kekerasan dan merendahkan martabat manusia. Akibatnya orang-orang bisa menjadi korban peyiksaan, perlakuan buruk bahkan kehilangan nyawa.
Dari berbagai kejadian pengunaan kekuatan berlebihan oleh aparat
kepolisian terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebabnya, di antaranya
peraturan nasional yang tidak memadai, diskriminasi yang mengakar, situasi yang
mengancam keamanan seperti kerusuhan atau konflik, impunitas dan diakibatkan juga oleh Pemerintah yang tidak responsif atas permasalahan
rakyat dan tidak menghormati hak asasi
manusia untuk kebebasan berekspresi
ketika rakyat menyampaikan tuntutan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant On Civil And Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik) merupakan ratifikasi dari konvenan yang mengukuhkan pokok-pokok HAM di bidang sipil dan politik yang tercantum dalam The Universal Declaration on Human Rights (DUHAM). Pertimbangan dasarnya adalah bahwa hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, dan oleh karena itu, harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 yang secara khusus tentang Hak Asasi Manusia secara tegas menyatakan bahwa Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat pada dan tidak terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan. UU ini menolak dan melarang diskriminasi dalam bentuk pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak langsung. Melarang berbagai bentuk penyiksaan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmasi maupun rohani, pada seseorang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan.
Yang lebih operasional Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No 14 tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia juga mewajibkan setiap anggota kepolisian untuk menghormati harkat dan martabat manusia berdasarkan prinsip HAM.
Apa yang dialami oleh Almazni dan Sajibun bisa jadi bentuk dari pelanggran hak azasi manusia. Apa yang menimpa kedua petani ini dapatlah kita dilihat secara cermat bahwa aparat kepolisian melakukan penangkapan, pembakaran pondok warga berada di wilayah dan dilakukan bersama dengan PT. DDP yang mengklaim penguasaan HGU PT. BBS. Jika kita pakai perspektif oligarki maka terlihatlah bahwa oligarki ini seperti memberikan nuansa baru dan lapangan pekerjaan atas nama investasi untuk pembangunan, dan ini penting menurut pemilik kuasa. Namun disisi lainnya oligarki menyebabkan adanya kesenjangan dalam pendapatan. Oligarki seperti pemerintahan yang dikendalikan orang-orang kaya, sementara demokrasi adalah sebaliknya, dipimpin oleh orang-orang miskin.
Dan benar saja apa yang di sampaikan
oleh Jeffrey A. Winters dalam bukunya Oligarchy. Oligarki adalah politik pertahanan kekayaan dan
memiliki berbagai bentuk seiring berubahnya ancaman terhadap kaum oligark dan
tanggapan terhadapnya. Oligarki memiliki beragam bentuk, tergantung pada
politik pertahanan kekayaan yang dijalankannya. Perubahan bentuk oligarki ini
didasarkan pada ancaman kekayaan darimana ia datang, misalnya apakah ancaman
itu muncul dari kaum tak berpunya (kelas bawah) seperti Almazni dan Sajibun dan
187 warga lainnya yang tergabung dalam PPPBS.
Untuk memperjelas kondisi yang dialami Almazni dan Sajibun, Winters membuat tipologi ideal tentang oligarki. Oligarki menurutnya, memiliki kadar keterlibatan langsung dalam pemaksaan untuk menyokong hak milik atas harta dan kekayaan, dan oligark terlibat dalam pemaksaaan atas kekuasaan dan pemerintahan dalam berbagai sifat baik bersifat liar maupun jinak.
Yang terjadi di Kabupaten Mukomuko dan
memakan korban seperti Almazni dan Sajibun, Winter menyebutnya sebagai bentuk
oligarki sipil. Dinamika oligarki sipil dapat digambarkan dalam situasi dimana
para oligark di sama sekali tidak menggunakan senjata (konvensional) untuk
mempertahankan atau menghadapi aneka ancaman atas harta kekayaan yang dimiliki.
Sebab, kenyataannya para oligark tunduk pada norma hukum yang berlaku.
Kesadaran hukum yang kian menguat di masyarakat membuat para oligark cenderung
menyerahkan semua klaim hak milik mereka kepada lembaga negara melalui
regulasi/ hukum/ peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berangkat pada
kondisi demikian para oligark lebih fokus pada bagaimana mempertahankan
pendapatan mereka melalui tangan-tangan, kekerasan dan kekuatan
berlebihan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar