Ahmad Laka, Pejuang Bertato dari Air Merah - Erwin Basrin

Breaking

Recent Posts

 photo Untitled-1_1.jpg

Senin, 15 November 2021

Ahmad Laka, Pejuang Bertato dari Air Merah

 


“Sebelum menjadi keamanan perusahaan, saya adalah pelaku illegal logging” kata Pria bertubuh tinggi kekar dengan tato di lengan kiri bermerek MAMA dan lengan kanan bergambar cobra. Perawakannya khas depkolektor di film-film bergenre kriminal yang sering saya tonton, ada perasaan mengerikan ketika pertama kali saya bertemu muka dengannya di dalam tengah-tengah kawasan perkebunan yang di kuasainya bersama masyarakat lainnya.

 

Pria kelahiran Desa Talang Ara Kecamatan Malin Demang Kabupaten Mukomuko ini bernama Ahmad Laka. Gaya bicaranya blak-blakan dan selalu berpenampilan khas dan praktis, outifit. Selalu berbaju singlet dengan celana yang ketat. Kemana-mana membawa tas sandang. Dia lalu menjelaskan kepada saya dengan mengunakan Bahasa Indonesia logal Suku Pekal yang kental tentang konflik yang terjadi di desanya. “Konflik ini terjadi dan dimulai pada tahun 1995 ketika Badan Pertanahan Nasional menerbitkan Hak Guna Usaha Perkebunan untuk PT Bina Bumi Sejahtera (BBS) melalui Surat Keputusan No: 42/HGU/BPN/1995 dengan luas lahan 1.899.” Katanya sambil membuka buku catatannya.

 

Menurutnya Sebagian masyarakat yang setuju dengan perkebunan mendapatkan ganti rugi lahan, dan sebagaiannya belum menerima ganti rugi lahan, tetapi tetap saja lahan mereka di jadikan Kawasan perkebunan PT BBS. “Lahan-lahan yang telah di bebani izin tersebut di atasnya dilakukan aktivitas perkebunan. Aktivitas mereka hanya berlangsung selama 2 tahun dengan penanaman komoditi cokelat seluas 350 Ha dan kelapa hibrida 14 Ha,” Jelasnya yang di setiap kata-katanya selalu di ucapkan dengan ujung lidah di tekan keluar. Selain Bahasa Pekal, pria pecinta batu akik dan selalu mengenakan kalung berantai dengan batu akik yang besar ini menguasai Bahasa Rejang dengan lancar. Dan, mengaku lama di tanah Rejang ikut dengan keluarga dekatnya yang tinggal di Lebong. Istri pria bertato ini berasal dari Kabupaten Lebong bersuku Rejang.

 

“Dulu dia melamar pekerjaan di perusahaan dimana saya bekerja, jodoh menemukan kami di antara hamparan perkebunan sawit perusahaan swasta” cerita pria berumur 45 tahun ini beromantisme. Tahun 1998 masyarakat desa sekitar yang belum mendapatkan ganti rugi mulai mengarap lahan HGU terlantar PT BBS. “Selama 7 tahun sebenarnya belum ada konflik.” Tahun 2005 baru terjadi pengusuran secara paksa yang dilakukan oleh PT Daria Dharma Pratama (DDP) di lahan HGU terlantar PT BBS.

 

“Informasi yang saya ketahui dasar pengusuran ini adalah pinjam pakai antara PT DDP da PT BBS.” Konflik semakin meruncing Ketika Bupati Mukomuko mengeluarkan surat edaran kepada petani pengarap agar tidak menanam tanaman-tanaman tua seperti karet, sawit dan jengkol. Dan dikuatkan dengan di keluarkannya Surat Keputusan Bupati Mukomuko. “Saya lupa nomornya, tapi Surat Bupati ini tentang Izin Lokasi PT DDP di atas lahan PT BBS.” Jelasnya Ahmad Laka.

 

Saya berhenti jadi keamanan perusahaan, katanya dan dia engan menyebutkan nama perusahaan yang mengunakan jasa pengamanannya. Saya melihat konflik perkebunan ini bukan hanya konfik yang terjadi di wilayah perkebunan saja. “Tetapi meluas dan berdampak pada hubungan sosial di antara kami tapi berdampak hubungan dengan pemerintah dan pihak lainnya.” Pria yang hobi memakai baju singlet ini mencoba mengambarkan konflik yang terjadi di wilayahnya.

 

“Saya mengambil sikap untuk satu barisan dengan kawan-kawan yang menguasai lahan PT BBS,” intonasi suaranya bergetar membuat saya merinding, saya merasa seperti kreditur yang ditagih oleh depkolektor yang sedang kejar setoran.

 

Pertemuan kami di lahan perkebunan ini setidaknya dihadiri sekitar 80 orang petani dan sebagian dari mereka pernah beberapa kali di kriminalisasi oleh aparat kepolisian dengan berbagai delik. “Saya pernah di tuduh sebagai provokator,” Ceritanya. Ketika itu, masyarakat berkumpul menolak pengkuran oleh BPN dan saya di anggap orang yang memprovokasi dan menghalangi kerja pemetaan oleh BPN, dan saya dipanggil ke Kantor Polisi dan setelah dua hari rumah saya di datangi oleh Aparat Kepolisian. “Sebagai manusia tentu saya ketakutan,” lanjutnya sembil tertawa.

 

Saya yakin dia pasti ketakutan, meskipun dia memiliki wajah yang sangar dengan tubuh yang kekar, kedua lengannya meskipun bertato, tapi tatonya bertulisan MAMA. “Tuisan tato ini menunjukan kelemahan dang,” Kata saya dan ia mengiakan sambil tertawa lalu menceritakan sejarah tato miliknya.

 

Ketika muda, dia mengalami kecelakaan motor dan membuat dia tidak bisa berjalan selama lebih dari 3 bulan. Dia merasa tidak bisa melanjutkan hidupnya. Rasa frustasi itu membuat dia kehilangan semangat. “Akhirnya ada teman yang datang ke rumah dan saya suruh dia buat tato, jadilah tato tulisan MAMA, merasa belum puas sebelah kanan saya suruh dia buat gambar ular cobra” Kenangnya sambil tertawa dan menunjukan tatonya yang mulai kabur. Ketika saya tanya apa makna tulisan MAMA, dia tidak mau cerita katanya itu cerita yang memalukan. “Biarlah menjadi kenangan buruk sekaligus memalukan di masa muda” katanya.

 

Bulan Oktober 2020 dia Bersama teman-teman seperjuanganya membentuk organisasi petani pengarap. Organisasi ini mereka namai Serikat Petani Pejuang Bumi Sejahtera. “SPPBS ini kami bentuk sebagai wadah untuk berjuang dan wadah untuk berkumpul. Anggotanya SPPBS adalah semua petani yang menguasai lahan di PT BBS” Katanya.

 

“Harapan saya Serikat ini menjadi kuat dan bisa di contohkan oleh kawan-kawan lain yang mengalami konflik yang sama seperti kami” Kata Wakil Ketua SPBBS ini dengan bangga. Serikat kami semakin solid. Kami didirkan pos penjagaan di jalan masuk dan kami bergantian piket menjaga kebun-kebun anggota kami.

 

Namun setiap kali kami ketemu dengan banyak pihak baik Pemerintahan Desa maupun Kecamatan mereka selalu menanyakan legalitas Serikat. Saya selalu menjawabnya secara diplomaitis. “Bukankah rakyat Indonesia punya kebebasan berpikir, berkumpul dan berserikat dan itu dijamin oleh konstitusi” Lanjutnya. Saya tahu bukan organisasi kami yang dianggap menganggu, tapi perjuangan Kamilah yang di anggap menjadi sebagai kegiatan yang mengancam keberlanjutan investasi perusahaan swasta.

 

Apa-apa yang kami lakukan selalu mendapatkan tantangan, Lanjutnya. “Saya tahu betul sebagai orang yang pernah lama bekerja di perusanaan, biasanya mereka akan mengunakan berbagai cara untuk menghambat perjuangan kami,” Curhatnya. Tapi sekarang tidak ada lagi pihak yang tanya soal legalitas Serikat, kami telah datang ke Notaris di Kota Bengkulu untuk melegalkan organisasi kami. Saat ini kami sedang menyiapkan kongres Serikat yang akan mengumpulkan seluruh petani penggarap di lahan terlantar PT BBS.

 

“Apa pentinya bagi Dang untuk ikut berjuang Bersama kawan-kawan lain melalui serikat ini.? Tanya saya. Saya tahu sebagai orang yang di tunjuk sebagai Kepala Kaum, di Desanya pasti dia punya cukup tanah untuk menghidupi keluarga yang hanya mempunyai dua orang anak yang satunya sudah menikah dan ikut ke keluarga suaminya.

 

“Saya tidak mengerti hukum,” Katanya. Tapi saya tahu konflik ini ada factor hukumnya juga. Saya tahu soal ini Ketika sering diskusi dengan kawan-kawan pendamping kami dari Akar Foundation. “Misalnya tentang tumpang tindih peraturan, peraturan yang tidak memadai, sampai pada penyelesaian dan birokrasi yang berbelit-belit,” Jelasnya.

 

Selain factor hukum, yang saya tahu di lahan PT BBS ada factor non hukum juga misalnya tumpang tindih pengunaan tanah, tanah tersebut kemudian bernilai ekonomi yang tinggi dan tanah tetap penduduk bertambah dan miskin pula. Jelasnya agak serius.  

 

Saya membayangkan apa yang terjadi di generasi mendatang kalau kasus ini tidak diselesaikan. “Bayangkan,” Tambahnya Sebagian besar penduduk desa kami di anggap criminal sebagai maling oleh pihak perusahaan. Dan karena itulah yang membuat saya bersemangat Bersama kawan-kawan lain untuk menyelesaikan konflik ini. Jelasnya sambil membuka baju menampakan tato MAMA dan ular cobra miliknya. Kemudian dia buru-buru berdiri menuju dapur umum, suara istrinya yang sedang bergerumul dengan asap dari tungku terdengar melengking. “Saya lebih suka berhadapan dengan seratus preman perusahaan dari pada berhadapan dengan satu orang pemilik suara yang melingking ini.” Katanya meninggalkan saya duduk sendirian di pokok sawit yang baru dia tebang minggu lalu.

 

 

 

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar