Deep Ecology
tidak melihat dunia sebagai suatu kumpulan objek-objek yang terisolasi tetapi
sebagai suatu jaringan fenomena yang saling terhubung dan saling ketergantungan
secara fundamental. Deep ecology
mengakui nilai-nilai instrinsik dari semua makluk hidup dan memandang manusia
hanya sebagai salah satu bagian khusus dalam jaringan kehidupan (the web of life). Paradigma ekologi
menyiratkan sebagai suatu etika berorientasi ekologi yang sesuai. Kerangka
etika yang terkait dengan paradigma lama tidak lagi memadai untuk menangani
beberapa masalah etika utama saat ini, yang sebagian besar menyebabkan ancaman
terhadap bentuk-bentuk kehidupan selain manusia.
Inti dari pandangan ini adalah suatu etika baru yang tidak berpusat pada manusia, tetapi berpusat pada makluk hidup seluruhnya dalam kaitan untuk mengatasi persoalan lingkungan hidup pandangan ini mengajak semua orang untuk melakukan perubahan mendasar pada semua bidang dalam rangka menyelamatkan lingkungan.
Deep Ecology
memiliki filsafat pokok ecosophy, diartikan
sebagai bentuk kearifan mengatur hidup selaras dengan alam sebagai sebuah rumah
tangga dalam arti luas. Ecosophy meliputi pergeseran dari sebuah ilmu (science) menjadi sebuah kearifan (wisdom), berupa cara hidup, pola hidup
yang selaras dengan alam. Hal ini berupa gerakan seluruh penghuni alam semesta
untuk menjaga secara arif lingkungannya sebagai rumah tangga. Gerakan ini juga
dikenal sebagai sebuah gerakan filsafat, filsafat lingkungan hidup. Dalam
filsafat ecosophy terdapat suatu pendekatan yang mengintegrasikan dimensi
intelektual, spritual dan emosional.
Filsafat ecosophy yang menurut Naess harus dapat berfungsi sebagai landasan filosofis dalam rangka penerimaan prinsip-prinsip Deep Ecology. Dan, Naess sangat menekankan perlunya perubahan gaya hidup, karena melihat krisis ekologi yang kita alami sekarang berakar pada perilaku manusia yang manifestasinya adalah pola produksi, pola konsumsi dan sangat eksesif serta tidak ekologis, tidak ramah lingkungan, sangat konsumeristis dan intinya sangat ekonomistik.
Dan, salah satu kesalahan fatal para ekonom adalah adanya anggapan bahwa ekonomi sebagai segala-galanya dan bukan sebagai salah satu aspek dari kehidupan. Ini adalah bentuk kesalahan reduksionistis yang mereduksi kehidupan manusia dan maknanya hanya sebatas makna ekonomis, dimana pertumbuhan ekonomi sebagai hal utama yang harus dikejar.
Artinya bahwa akan semakin banyak sumber daya ekonomi yang dieksploitasi, dan semakin banyak terjadi kerusakan dan pencemaran lingkungan. Hal ini mengakibatkan suatu pola hidup yang secara psikologis menyebabkan manusia menjadi “mabuk”. Tidak mengherankan apabila ekonom dianggap sebagai musuh bagi para aktivis dan pemerhati lingkungan. Oleh karena itu perubahan gaya hidup harus mencakup perubahan pola produksi dan pola konsumsi yang eksesif sebagaimana berlaku dalam masyarakat modern.
Deep ecology
melihat permasalahan lingkungan dalam suatu perspektif relasional yang lebih
luas dan holistik. Akar permasalahn kerusakan dan pencemaran lingkungan dilihat
secara lebih komprehensif dan holistik, untuk kemudian diatasinya secara lebih
mendalam. Krisis lingkungan yang terjadi, secara filosofis lebih disebabkan
oleh kesalahan fundamental pada cara pandang manusia tentang dirinya, alam dan
tempat manusia di alam. Oleh karena itu, yang dibutuhkan adalah sebuah
perubahan fundamental dan revolusioner yang menyangkut transformasi cara
pandangdan nilai, baik secara pribadi maupun budaya, yang mempengaruhi struktur
dan kebijakan ekonomi dan politik.
Perubahan komitmen dan kebijakan politik yang pro lingkungan sangatlah diperlukan. Hal ini juga perlu didorong dengan perubahan radikal yang berakar pada perubahan cara pandang (a radical transformation in worldvew), yang diikuti oleh perubahan mental dan perilaku, tercermin dalam gaya hidup baik sebagai individu maupun kelompok budaya. Berupa penyadaran kembali akan kesadaran ekologis yang mengakui kesatuan, keterkaitan dan saling ketergantungan antara manusia, tumbuhan dan hewan serta seluruh alam semesta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar