Seri II Wacana Pendek; Mengaktifkan Etika Lingkungan - Erwin Basrin

Breaking

Recent Posts

 photo Untitled-1_1.jpg

Selasa, 04 Agustus 2020

Seri II Wacana Pendek; Mengaktifkan Etika Lingkungan



Perspektif hak yang didukung oleh semangat libertarian ternyata melahirkan pemikiran hak bagi alam pada masa-masa awal. Libertarian mampu memaksimalkan konsep hak karena ingin berpindah dari perspektif utiliter khas Bentham untuk kemudian berpindah pada ide libertarian Kant. Bagi libertarian, hak untuk mendapat kebahagian ketika memproduksi keadilan tidak bisa diseragamkan bahkan dikuantifisir seperti yang digambarkan oleh paham utiliter karena jenis hak untuk memperoleh kebahagian adalah hal yang unik.

Ide kontrasnya dapat diurai sebagai dua kutub oposisi biner, dimana pikiran utiliter mendukung antroposentrisme dengan memberikan argumen bahwa keadilan hanya dimungkinkan jika produksi kebahagian didapatkan secara maksimal bagi manusia. Sedangkan, perkembangan pikiran libertarian memberikan versi keadilan dengan tujuan bahwa kebahagian adalah sesuatu yang spesifik, partikular dan unik sehingga kebahagiaan perlu dirumuskan berulang-ulang. Seseorang yang biasa makan tempe tahu tidak dapat dianggap bahagia hanya karena ada orang yang menikmati daging tiap harinya.

Libertarianisme tumbuh subur dalam intelektual America karena pengalaman sejarah masyarakatnya pernah mengalami siksaan aristokrasi dan kelas yang membuat akses hak menjadi buruk pada zaman itu. Pikiran libertarian berkembang untuk kemudian tidak hanya menguji jenis kebahagian dan keadilan pada manusia tapi juga alam yang sangat mungkin masih asing untuk dipahami.

Jalan pikiran tersebut kemudian dilebarkan oleh Murray Bookchin yang mulai mengenali adanya hak bagi alam untuk dibebaskan dari kendali antropsentrisme. The Ecological Freedom (1982) menjadi penanda perpindahan bahwa hak untuk bebas tidak lagi melekat pada manusia tapi juga alam.

Konsep social ecologi yang meletakkan fondasi pemahaman bahwa isu tentang alam juga berkaitan dengan isu sosial. Social ecology berangkat dari semangat Marxian untuk menunjukkan relasi kontestatif alam dan manusia dimana hirarki yang terjadi adalah bentuk dominasi manusia pada alam.

Konsep ini untuk melihat kemungkinan mengurai hirarkisasi dan praktik dominasi melalui fasilitas politik. Kata libertarian diselewengkan oleh pemerintah dan korporasi demi kepentingan privat yang tak lain adalah penumpukan property. Paham libertariasnisme menjadi lebih reduksionis dan bergeser pada propertarianisme sebagai sarana akumulasi privatisasi barang.

Perjuangan politis dengan upaya mengaktifkan etika lingkungan ini dianggap berhasil jika perspektif komunitas berikut pikirian ekologisnya dipahami untuk mengahasilkan ecological justice. Perjuangan ini memang dianggap masih memiliki celah karena eksploitasi bisa saja hadir, antroposentrisme bisa saja menyelundup masuk.

Masih banyak celah untuk memprovokasi masyarakat untuk bertindak tidak adil pula bagi alam. Namun hal itu harus dianggap sebagai upaya mengaktifkan fungsi citizenship dalam masyarakat sebagai subjek dan bukan objek dihadapan intervensi pemerintah pada mereka dan alam. Jalan ini memberikan tipping point agar peradaban bisa tumbuh dengan etika ecocentrisme yang mungkin masih terbilang asing agar terus diperdebatkan untuk memastikan bahwa harus ada relasi baru yang tidak dominatif dan hirarkis pada alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar