Konstitusi Indonesia Pasal
1 Ayat (3)
secara tegas menyebutkan
bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. Perlindungan Hak Asasi
Manusia (HAM) bagi setiap warga merupakan wujud Negara hukum (the rule of
law). Salah satu ciri dari negara hukum atau the rule of law adalah
adanya jaminan perlindungan HAM oleh negara kepada warga negara. Penghormatan HAM
warga negara juga
merupakan bagian dari
upaya mencapai tujuan
bernegara. Hal ini
secara tegas dinyatakan dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945, bahwa negara Indonesia didirikan untuk mencapai
tujuan negara yaitu: 1). Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia; 2) Memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa; 3) Ikut melaksanakan ketertiban
dunia. Ketiga tujuan bernegara
ini harus dilaksanakan dengan
berdasarkan pada Pancasila (sila I
sampai V) dengan
tanpa diskriminasi.
Oleh Negara Indonesia, persoalan HAM ini lebih detail di atur
sebagai mana dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia, yang berbunyi sebagai berikut: Hak Asasi Manusia adalah
seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai
Makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerahNya yang wajib dihormati dan
dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap
orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Secara teoritis, hak-hak asasi manusia bisa ditemui dalam The
Universal Decaration of Human Rights dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian,
yaitu menyangkut hak-hak politis dan yuridis, hak-hak atas martabat dan integritas manusia dan
menyangkut hak-hak sosial, ekonomi dan budaya.
Pada Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya atau yang sering di kenal
dengan Hak-hak Ekosob merupakan kontribusi dari negara-negara sosialis yang
menomor-satukan pemenuhan kesejahteraan warganya. Hak-hak yang termasuk dalam
rumpun hak ekonomi ini antara lain; hak untuk tidak dipaksa bekerja, hak untuk
cuti, hak atas makanan dan perumahan dan hak atas kesehatan. Yang berhubungan
dengan rumpun hak Hak sosial, yaitu; hak
atas jaminan social, hak atas tunjangan social, hak atas pelayanan social.
Sedangkan rumpun Hak kebudayaan, yaitu; hak atas pendidikan, berpartisipasi
dalam kegiatan kebudayaan. Dan beserta rumpun-rumpun hak lainnya, Hak ini
disebut pula sebagai hak positif yang mengisyaratkan peran aktif negara dalam
pemenuhannya. Oleh karena itulah, hak-hak generasi kedua ini dirumuskan dalam
bahasa yang positif, yaitu “hak atas” (“right to”), bukan dalam bahasa negatif:
“bebas dari” (“freedom from”).
Pada generasi, ketiga Hak Azasi Manusia berkembang menuju hak
solidaritas, rumpun hak adalah tuntutan negara-negara berkembang atau Dunia
Ketiga atas tatanan internasional yang lebih adil. Hak-hak yang termasuk dalam
rumpun hak ini antara lain; hak atas penentuan nasib sendiri dibidang ekonomi,
sosial, politik, dan kebudayaan; hak atas pembangunan ekonomi dan sosial; hak
untuk berpartisipasi dalam, dan memperoleh manfaat dari warisan bersama umat
manusia (common heritage of mankind),
serta informasi-informasi dan kemajuan lain; hak atas perdamaian; hak atas
lingkungan yang sehat; dan hak atas bantuan kemanusiaan.
Sedangkan Hak
Azasi Manusia generasi keempat, jika memakai konsepsi Jimly Ashiddique melalui hokum tata Negara dam pilar-lipar
demokrasi, maka konsepsi hak asasi manusia dilihat dari perspektif bersifat
horizontal ini muncul atas respon dari tiga kelompok kekuasaan horizontal,
yaitu kekuasaan negara di satu pihak, kekuasaan ekonomi (kapitalisme
global/perusahaan multinasional di lain pihak, dan kekuasaan masyarakat madani
di lain pihak lagi. Singkatnya ada tiga kelompok kekuasaan yang saling
berpengaruh yaitu state, market, dan civil society, termasuk nongovernmental
organizaton (NGO/LSM). Dengan demikian, hak generasi keempat adalah hak
kelompok yang satu untuk tidak ditindas oleh yang lain, baik antar kelompok
maupun intrakelompok, dalam pola hubungan horizontal.
Perlindungan Sosial Salah Tempuh
Penguatan
Perlindungan Sosial beririsan tegas dalam dan pada empat generasi perkembangan
hak azasi yang menegaskan upaya mewujudkan landasan perlindungan sosial sebagai
sebuah prioritas untuk mencapai pertumbuhan yang adil. Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 sudah sangat baik memandu untuk mencapai tujuan Negara
menetapkan landasan perlindungan social ini.
Konsep
perlindungan sosial dalam konstitusi disusun untuk menjawab kerentanan dan
ketidaksetaraan terhadap kebutuhan pengakuan formal atas aliran-aliran ekonomi,
kemiskinan dan ketidakmampuan seseorang atau kelompok dalam memenuhi
kebutuhannya. Landasanya secara tegas di masukan ke dalam Pasal Ekonomi. Pasal
33 yang menunjukkan corak ekonomi kekeluargaan (kolektivitas dan anti
kapitalis-liberal). Kebijakan publik ini memandu pilihan-pilihan tindakan yang
bersifat strategis atau garis besar yang secara langsung mengatur pengelolaan
dan pendistribusian sumber daya publik (alam, finansial dan manusia) demi
kepentingan rakyat banyak, penduduk masyarakat atau warga negara. Focus utama
kebijakan ini sejalan dengan kebutuhan kebijakan publik dalam negara modern,
yaitu pelayanan publik dengan segala bentuk jasa publik yang pada prinsipnya
menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh negara untuk mempertahankan atau meningkatkan
kualitas kehidupan orang banyak.
Pendekatan
berbasis hak dalam konsep perindungan social sangat memperhatikan hubungan
antara proses-proses makro ekonomi dan strategi-strategi solutif untuk
kerentanan dan ketidaksetaraan serta pengurangan
kemiskinan yang menekankan pentingnya investasi sosial dalam mencegah tiga
persoalan tersebut, serta mencapai tujuan-tujuan pembangunan dan keadilan
sosial dalam arti luas. Pendekatan ini bersesuaian dengan agenda pembangunan
nasional maupun internasional yang mengedepankan hak azazi manusia manusia dan
Millennium Development Goals(MDGs).
Sayangnya di
Indonesia, terdapat kecenderungan belum bisa menjawan persoalan kerentanan dan
ketidaksetaraan. Bahwa seakan-akan kemiskinan hanya satu persoalan yang hanya
bisa diberantas oleh program-program “pemberdayaan” masyarakat dalam arti
sempit. Pemberdayaan seolah hanya mencakup pemberian modal usaha, pelatihan
keterampilan, jaring pengamanan sosial dan sederet bantuan social karitatif
lainnya. Asumsinya sederhananya jika orang miskin diberi modal, bantuan dan
dilatih, maka mereka akan memiliki pekerjaan dan pendapatan, kehidupan mereka akan
lebih baik.
Penyempitan perlindungan
sosial hanya dengan program pemberdayaan sesunggunya hanya mampu merespon “gejala”
dan bukan penyebab utama, sementara konsep Perlindungan sosial didefinisikan
sebagai segala bentuk kebijakan dan intervensi publik yang dilakukan untuk
merespon beragam resiko, kerentanan dan kesengsaraan baik yang bersifat fisik,
ekonomi maupun sosial terutama yang dialami oleh mereka yang hidup dalam kerentanan
dan ketidaksetaraan.
Pelaksanaannya
telah menempuh jalan panjang telah dilaksanakan sejak masa pemerintahan orde
baru. Meski begitu, program-program tersebut belum dirancang secara eksplisit
dibawah sebuah konsep perlindungan sosial. Konsep perlindungan sosial Indonesia
diarahkan untuk membantu mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan
berkeadilan. Sehingga implementasi ekonomi kerakyatan sebagai salah satu bentuk
system dari konsep perlindungan social dalam pralteknya telah semakin menjauh
dari cita-cita keadilan sosial, kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh
rakyat Indonesia. Ini terjadi karena kebijakan pembangunan yang tidak berpihak
pada rakyat dan kecenderungan pada ekonomi pasar sehingga siapa yang kuat akan
mampu mengakses sumber-sumber ekonomi produktif lebih banyak sedangkan rakyat
lebih dianggap sebagai obyek pembangunan dan dibiasakan untuk bersikap pasif
dan pasrah menerima keadaaan. Konsekuensinya, kemiskinan dan ketimpangan sosial
muncul sebagai akibat dari proses pembangunan.
Jalan Menuju Perlindungan Sosial
System ekonomi sebagai mana dalam Pasal 33 menunjukkan corak ekonomi kolektivitas dan anti
kapitalis-liberal. Sistem
ini meletakkan faktor-faktor produksi di bawah kontrol Negara. Keputusan
produksi dan investasi tidak dilakukan melalui pasar dan para kapitalis (sektor
privat), tetapi berdasarkan perencanaan terpusat. Dengan keyakinan ini, sistem
ekonomi tersebut memang identik sebagai ekonomi serba Negara. Negara bukan
sekedar sebagai agen yang mengalokasikan dan memfasilitasi kegiatan ekonomi,
tetapi juga sebagai pelaku aktivitas ekonomi itu sendiri. Prinsipnya Negara
menyiapkan seluruh regulasi yang diperlukan untuk menggerakkan kegiatan
ekonomi, seperti investasi, dari mulai proses perencanaan, operasional,
pengawasan, sampai ke evaluasi. Pada level ini fungsi Negara merancang sistem
kepemilikan, proses transaksi, dan pembagian keuntungan berbasiskan instrument
Negara. Jadi, dalam kasus hak kepemilikan, Negara bukan hanya mengontrol,
tetapi juga menguasai hak kepemilikan. Pelaku ekonomi tidak membuat kesepakatan
dengan pelaku ekonomi lainnya, tetapi setiap pelaku ekonomi membuat kontak
dengan Negara sesuai dengan aturan yang telah di tetapkan.
Dalam kebijakan ekonomi, perlindungan social
merupakan elemen penting dalam pengentasan kemiskinan dan pengurangan
depriviasi multimensional. Perlindungan social merujuk kepada proses, kebijakan
dan intervensi yang sebagian besar dikembangkan oleh pemerintah guna merespon
resiko ekonomi, politik dan keamanan yang dihadapi oleh penduduk – terutama
penduduk miskin dan rentan. Sebagai serangkaian kebijakan, perlindungan sosial
merujuk kepada apa yang dapat dicapai pemerintah dalam rangka menyediakan
perlindungan bagi warga negaranya – terutama penduduk miskindan rentan.
Kebijakan publik tersebut berperan sebagai
artikulasi kewajiban negara dalam memenuhi hak dasar setiap warga negaranya.
Namun demikian, perlindungan sosial bukan merupakan satu-satunya pendekatan
dalam program pengurangan kemiskinan. Guna pencapaian hasil yang efektif dan
berkelanjutan, diperlukan kombinasi dengan pendekatan lainnya, seperti misalnya
penyediaan layanan sosial dan ekonomi dalam konteks pembangunan nasional.
Kebijakan perlindungan sosial merupakan bagian dari serangkaian kebijakan
pembangunan makroekonomi, program ketenagakerjaan, serta kebijakan pendidikan
dan kesehatan yang lebih luas, yang dikembangkan untuk mengurangi resiko dan
depriviasi serta untuk mendorong pertumbuhan yang setara dan berkelanjutan.
Perlindungan sosial di
Indonesia dirasakan semakin penting, terutama setelah pandemic COVID-19 yang
berdampak pada krisis ekonomi yang mendera masyarakat rentan, tani, buruh,
pegai kecil dan pelaku UMKM. Agenda Nasional
dalam menakan kerentanan dan ketidak setaraan haruslah di upayakan meyasar
setidaknya mencakup tiga bidang, yaitu (1) Menciptakan suasana atau iklim yang
memungkinkan masyarakat berkembang; (2) Memperkuat potensi ekonomi yang dimiliki
masyarakat itu; (3) Melindungi kelompok ekonomi rakyat yang masih lemah untuk
mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang serta mencegah eksploitasi
yang kuat atas yang lemah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar