Negara dan
Perlindungan Sosial
Secara ideologis, terutama jika
dikaitkan dengan konsep negara kesejahteraan (welfare state), kesejahteraan warga masyarakat adalah tanggung
jawab negara. Dalam konsep negara kesejahteraan, kebijakan publik yang
diterapkan oleh pemerintah tidak hanya bersifat pelayanan (service) atau bantuan (charity)
namun juga perlindungan (protection)
atau pencegahan (prevention) pada
masalah-masalah sosial. Ideologi inilah yang sesungguhnya telah menjadi jantung
dari konstitusi negara yaitu melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial. Sehingga kalau kita cermati misalnya dalam Undang-Undang Dasar
1945 secara eksplisit mengamanahkan negara dalam tanggung jawabnya untuk perlindungan
sekaligus mensejahterakan seluruh warga masyarakat tanpa terkecuali.
Narasi tentang konsep perlindungan
social yang berkaitan dengan issu ekonomi dalam jantung konstitusi ini
sesungguhnya bertujuan untuk memberikan akses
pada upaya pemenuhan kebutuhan dasar dan hak-hak dasar manusia, termasuk akses
pada pendapatan, kehidupan, pekerjaan, kesehatan dan pendidikan, gizi dan
tempat tinggal bagi warganya. Selain itu, perlindungan sosial juga dimaksudkan
sebagai cara untuk menanggulangi kemiskinan dan kerentanan absolut yang
dihadapi oleh penduduk yang sangat miskin. Bukankah kemiskinan merupakan
keniscayaan permasalahan yang selalu ada di setiap negara, baik dalam bentuk
kemiskinan yang sifatnya absolut maupun kemiskinan relatif.
Artinya, tahapan-tahapan menuju
cita-cita kesejahteraan dari titik pijaknya kemiskinan sebagaimana teori need Abraham Maslow bahwa, kesejahteraan
sosial haruslah meliputi beberapa aspek yang diperoleh secara bertahap dan
berurutan. Tahap pertama adalah terpenuhinya kebutuhan fisik (physioligical needs) atau kebutuhan
pokok (basic needs) seperti pangan,
sandang, papan, pendidikan dan kesehatan. Tahap kedua adalah kebutuhan akan
rasa aman (safety needs), kemudian
diikuti tahap ketiga yaitu kebutuhan sosial (social
needs). Tahap keempat adalah kebutuhan akan pengakuan (esteem needs), dan tahap kelima (terakhir) adalah terpenuhinya
kebutuhan aktualisasi diri (self-actualization
needs). Tahapan ini juga berarti merupakan pengakuan formal atas
aliran-aliran utama ekonomi bahwa kemiskinan dan ketidakmampuan seseorang
memenuhi kebutuhannya tidaklah berarti bukti kegagalan individu tersebut. Boleh
jadi mereka dimiskinkan lewat cara-cara di luar kekuatannya.
Oleh para pengaggas dan penyusun konsep
berdirinya Republik Indonesia, konsep pelindungan social secara tegas dimasukan
ke dalam Undang-Undang Dasar 1994, dan
di rumuskan dalam pasal ekonomi (pasal 33) yang menunjukkan corak ekonomi
kekeluargaan (kolektivitas dan anti kapitalis-liberal), yang waktu itu
dipikirkan sebagai sosialisme ala Indonesia. Hal ini termaktub dalam ayat 1-3
yang berbunyi: (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas
asas kekeluargaan. (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara. (3) Bumi, air, dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Ujungnya tentu saja untuk memastikan
warganya terlepas dari dan jebakan kemiskinan baik yang berbentuk kemiskinan absolut
maupun kemiskinan relatif.
Konsep Perlindungan Sosial dalam
konstitusi ini juga bertujuan menjawab kerentanan dan ketidaksetaraan terhadap
kebutuhan pengakuan formal atas aliran-aliran ekonomi bahwa kemiskinan dan
ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhannya tidaklah berarti bukti
kegagalan individu tersebut. Boleh jadi mereka dimiskinkan lewat cara-cara di
luar kekuatannya.
Dalam perjalanan sejarah konsep
ekonomi jalan ketiga ini telah membuktikan bahwa ekonomi pasar tidak berjalan
efisien dan efektif, individu dengan motifnya masing-masing ternyata lebih
sering melakukan cara-cara non produktif dan mekanisme pasar ini pun seringkali
gagal mengkoreksinya. pada system ini setiap individu memiliki potensi dan
kemampuan yang berbeda, dengan meniadakan peran Negara untuk melindungi
individu yang lemah dapat menciptakan ketimpangan dalam masyarakat. Pejelasan
sederhananya adalah bahwa persoalan kemiskinan, keterbelakangan, pengangguran,
sempitnya lapangan kerja, disparitas pendapatan antar golongan masyarakat serta
ketergantungan pada asing bukan semata-mata persoalan ekonomi, tetapi
menyangkut struktur politik, nilai budaya dan nilai sosial. Karena itu peran
Negara perlu di ada dan diperkuat tidak hanya untuk melindungi individu yang
lemah tapi juga untuk menjaga keseimbangan anatara ekonomi, politik dan social.
Ketiga bidang tersebut diarahkan untuk menciptakan kesejahteraan pada
masyarakat luas.
Jalan ketiga Perlindungan Sosial
Salah satu hasil pemikiran kaum klasik
telah memelopori pemikiran sistem perekonomian liberal, dasarnya berangkat tesis bahwa perekonomian secara makro akan
tumbuh dan berkembang apabila perekonomian diserahkan kepada pasar. Peran
pemerintah terbatas kepada masalah penegakan hukum, menjaga keamanan dan
pembangunan infrastruktur. Diskursus tentang Omnibuslaw setidaknya ingin
pemanfaatan kekuatan pasar, yaitu mengembangkan pasar yang efisien, bebas dari
monopoli, oligopoli, dan eksternal disekonomis. Oleh karena itu, kebijakan
pemerintah harus bersifat “Market Friendly”. Suku bunga dan nilai tukar asing
harus ditentukan oleh pasar. Harga yang dibentuk pasar dianggap sebagai harga
yang sebenarnya. Pasar dianggap lebih efisien dari pada pemerintah yang
menggarap sektor perekonomian, sehingga perekonomian akan lebih optimal.
Tesis dasar ini tentu
bertentangan dengan tesis bahwa sistem ekonomi tidaklah berdiri sendiri, sistem
ekonomi berkaitan dengan falsafah, pandangan dan pola hidup masyarakat. Karena
itulah oleh penyusun konsep dasar system perekonomian Indonesia memasuki alam pikiran sistem ekonomi modern dalam hal ini
adalah sistem ekonomi sosialis sebagai alasnya. Sistem ekonomi sosialis bertujuan
kemakmuran bersama, filosofi ekonominya adalah bagaimana mendapatkan
kesejahteraan. Bukankah perkembangan
sosialisme dimulai dari kritik terhadap kapitalisme yang pada waktu itu kaum
kapitalis atau kaum borjuis mendapat legitimasi gereja untuk mengeksploitasi.
Mengacu pada konstitusi ini dan pasal
33, peranan negara sangat besar walaupun tidak menutup peluang swasta dan
prakarsa perseorangan. Penyusunan sistem ekonomi Indonesia tidak terlepas dari
pengaruh pemikiran Bung Hatta yang banyak menggagas perihal sistem ekonomi sosialis
Indonesia, sosialisme ala Indonesia. Sosialisme dalam pengertian Bung Hatta
adalah sosialisme yang dikembangkan atas dasar religiusitas (agama) dan
demokrasi (demokrasi ekonomi dan demokrasi sosial), yang dalam terminologi
modern disebut sebagai sosialisme demokratik atau sosialisme religius. Tentu
pengertian ini sangat berlainan dengan sistem sosialisme-komunis. Hal ini
mengindikasikan bahwa founding father tidak ingin Indonesia terperangkap ke
dalam sistem ekonomi kapitalis (Blok Barat) maupun sistem ekonomi sosialis komunis
(Blok Timur).
Platform ekonomi Pancasila adalah
strategi jalan tengah, istilah system ekonomi ini pertama kali disebutkan di
salah satu artikel karangan Dr. Emil Salim pada 1967, meskipun sebagian
menyebutnya ekonomi pasar terkendali, sistem
ekonomi campuran, dan sistem ekonomi jalan ketiga. Intinya platform ini sebagai
media untuk mengenali bekerjanya paham dan moral ekonomi yang berciri
neo-liberal kapitalistik di Indonesia. Ekonomi Pancasila merupakan
prinsip-prinsip moral ekonomi yang diderivasikan dari etika dan falsafah
Pancasila. Oleh karena itu selain berisi cita-cita visioner terwujudnya
keadilan sosial, ia juga mengangkat realitas sosio-kultur ekonomi rakyat
Indonesia, sekaligus rambu-rambu yang bernilai sejarah untuk tidak terjerumus
pada paham liberalisme dan kapitalisme.
Jika ditinjau berdasarkan sistem
pemilikan sumber daya ekonomi atau faktor-faktor produksi, tak terdapat alasan
untuk menyatakan bahwa sistem ekonomi kita adalah kapitalis. Sama halnya, tak
pula cukup argumentasi untuk mengatakan bahwa kita menganut sistem ekonomi
sosialis. Sistem ekonomi Indonesia mengakui pemilikan individual atas
faktor-faktor produksi, kecuali untuk sumber daya-sumber daya yang menguasai
hajat hidup orang banyak, dikuasai oleh negara. Hal ini diatur dengan tegas
oleh Pasal 33 UUD 1945. Jadi, secara konstitusional, sistem ekonomi Indonesia
bukan kapitalisme dan bukan pula sosialis.
Akibatnya sistem Ekonomi Indonesia
sangat bergantung atau dipengaruhi oleh sistem politik yang tengah berkembang.
Pada Orde Lama Indonesia diarahkan pada kemandirian ekonomi, guna menghindari
kondisi ketergantungan terhadap luar negeri. Sedangkan di masa Orde Baru
Indonesia memakai sistem ekonomi kapitalistik, yang membawa ragam implikasi
terhadap perekonomian Indonesia. Pada masa Reformasi Indonesia menggunakan
sistem ekonomi kerakyatan Pancasila yang condong ke arah kapitalis. Hal ini
menyebabkan Indonesia harus tunduk pada kapitalisme global.
Perlindungan
Sosial di Mulai dari Mana?
Sejarah perubahan struktur
perekonomian dalam tiga orde tersebut pada umumnya menunjukkan pelajaran dan
pembelajaran bagi cita-cita visioner bagi terwujudnya keadilan social. Struktur
ekonomi Indonesia hingga dewasa ini masih menunjukkan ciri-ciri struktur
agraris, di mana kurang lebih 2/3 penduduknya masih mencapai nafkah dari bidang
pertanian. Kurang lebih tiga perempat dari jumlah penduduk Indonesia masih
hidup di desa-desa. Indonesia terkenal sebagai negara kepulauan dengan lebih
dari 3.000 buah pulau, dan menurut BPS 2010 terdapat 1.340 suku bangsa. Dan, sebanyak 2.359 menurut Aliansi Masyarakat
Adat Nusantara adalah komunitas adat atau di sebut dengan masyarakat
adat. Entitas masyarakat adat ini memiliki corak social, budaya dan ekonomi
yang beragam dengan system ekonomi yang berusaha mewujudkan perlindungan
sosial melalui persamaan dalam kepemilikan, di mana kepemilikan harta dikuasai
sepenuhnya oleh otoritas institusi yang mereka sepakati.
Diskursus platform perlindungan sosial
terkait dengan penyebab kemiskinan dan kerentanan di masa kini dan masa depan
haruslah di perlebar. Sehingga dengan demikian, perlindungan sosial dapat
menyediakan sokongan bagi kemiskinan dan depreviasi, terutama bagi mereka yang
termasuk ke dalam kategori ‘sangat miskin’ dengan membantu mereka untuk keluar
dari kemiskinan serta mencegah ‘kerentanan sosial dan ekonomi’ agar tidak
terjatuh ke kondisi di bawah garis kemiskinan. Implementasi konsep perlindungan
sosial dapat meningkatkan kapabilitas dan pendapatan riil kelompok miskin dan
rentan yang dicapai melalui serangkaian program perbaikan mata pencaharian.
Platform system ekonomi kolektif
haruslah di arahkan menuju jalan, masyarakatlah yang memegang aktif dalam
kegiatan ekonomi, sedangkan pemerintah hanya menciptakan iklim yang bagus bagi
pertumbuhan dan perkembangan dunia usaha dan system Perekonomian harus disusun
sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan, sebagaimana consensus awal
platform ekonomi yang kolektivisme. Oleh otoritas, perekonomian nasional dalam
pelaksanaanya haruslah berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip
kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi
nasional.
Karena realitas sosio-kultur ekonomi adalah
sebuah keniscayaan terkoneksi dengan pasar, ketika system ekonomi ini bertumpu pada
mekanisme pasar maka mekanisme haruslah berkeadilan dengan prinsip persaingan
yang sehat dan menjamin kesempatan yang sama dalam berusaha dan bekerja serta perlindungan
hak-hak konsumen, produsen, perlakuan dan distribusi pendapatan yang adil bagi
seluruh rakyat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar