Diskusi Antar Elemen
adalah forum diskusi masyarakat sipil di Bengkulu yang di bentuk sejak tahun
2010. Forum diskusi ini menyepakati visi besarnya untuk menguatkan diskursus di
tingkat masyarakat sipil, diskursus tentang fenomena dan nomena yang terjadi.
Malam ini, tanggal 10 Maret 2020 Diskusi Antar Elemen atau DAE, mengangkat
issue Omnibus Perspektif dalam mendedah iklim
demokrasi Indonesia di era reformasi. Demokrasi yang menampilkan wajah
anomalinya di mana panggung demokrasi benar-benar diisi oleh penyakit
ketidakwarasan atau kepribadian ganda (split of personality) yang
ujung-ujungnya mengarah pada perilaku inkonsistensi yang mengerikan,.
Konfigurasi gerakan civil society-pun akhir-akhir ini kurang solid
ditambah kentalnya watak pragmatisme, bahwa tantangan besarnya adalah gerakan
yang tidak padu dan, kontradiksi di dalam dirinya.
Diskusi Antar
Elemen yang dilaksanakan di Rumah Akar Foundation dan di ikuti oleh 42 orang
ini mencoba memahami dan mencari jawaban atas kondisi anomali demokrasi
tersebut. Ada dua pertanyaan kunci yang memandu proses diskusi kali ini. Pertama,
Seperti apa relasi kultur sosiologis yang terjadi dalam Masyarakat? Kedua,
Peran masyarakat sipil dalam Proses Konsolidasi?
Sebagai yang
diminta menjadi tuan rumah dalam diskusi ini, Saya bertanggung jawab mencatat
poin-poin penting selama diskusi berlangsung. Poin-poin ini saya rangkum dari
semua jawaban yang di sampaikan oleh peserta diskusi. Jawaban muncul dari perdebatan
tajam, jawaban-jawaban yang muncul mempertentangkan kembali. Saya memulai
diskusi dengan mengekplorasi asimetris relasi antara sumberdaya, elit dan
massa. Relasi elit dan massa yang asosiasi formalnya tidak mampu secara kolektif menyuarakan kekecewaan Rakyat dan
sisi lainnya gerakan Rakyat kontemporer tidak
lagi melawan keditaktoran, melainkan dalam lingkup praktek demokrasi. Begitu juga
relasi sumberdaya yang asimetris dimana kebijakan ekonomi yang berorientasi pasar, pemusatan
kekuasaan dan kekayaan di tangan segelintir kaum elit dan berkembangnya
teknologi komunikasi dan informasi.
Sementara bagaimana
para pemimpin bersikap? Saya memulai dengan menjelaskan ketidakadaan
komitmen dan idealisme yang bisa di-share bersama mengenai proses
transisi menuju demokrasi, selain tidak
pernah muncul dari para pemimpin tentang desain tentang “rekonstruksi politik”,
“partisipasi sosial” dan “reformasi hukum” sementara upaya pemulihan ekonomi
gagal total. Dan, tidak ada model untuk penyelesaian kasus pelanggaran
HAM di masa lalu. Pun, kebijakan reparatif dan protektif HAM dalam rangka
demokratisasi tak cukup tergambarkan. Pemerintah sibuk dengan perseteruan elit
dan menjadi pendukung utama bagi
munculnya kembali kelompok status quo. Akibatnya; Krisis ekonomi dan
krisis multidimensional tidak pernah terselesaikan, pecahnya elit
politik dan remuknya berbagai lembaga manajemen konflik baik yang dimiliki
masyarakat maupun yang dikendalikan negara.
Kondisi ini di perparah dengan kondisi masyarakat sipil sebagai
pendukungan utama pengakuan prinsip-prinsip dasar Demokrasi, partisipasi
politik dan pelindungan HAM. Saat ini,
tidak ada gerakan yang kuat dan terorganisir, kalaupun ada hanya terjebak kasus
dan lokalistik. Tidak ada program politik, dan terjadinya
tarik ulur antara gerakan ideologi dan struktur. Masyarakat sipil cenderung menggunakan
pendekatan budaya untuk memobilisasi Rakyat dan menjaga komunikasi.
Potret umumnya terjadinya
pergeseran peran aktor demokrasi. Perkembangan politik memunculkan banyak aktor baru dengan
berbagai kecenderungannya yang memunculkan berbagai varian baru dalam gerakan
demokratisasi. Umumnya merupakan respon terhadap situasi/perkembangan yang
terjadi di tingkat lokal. Reposisi para
aktor lama juga berlangsung. Gejala ini terjadi untuk memungkinkan mereka terus
eksis dalam situasi yang berubah. Sebagian dari
aktor demokrasi ini menjadi black lawyer, mendampingi para koruptor. Yang
lainnya bikin partai baru, cari posisi dan kedudukan. Sebagian masuk ke pemerintahan dan menjadi pendukung fanatik Presiden Gus Dur, Megawati, SBY, Jokowi. Ada yang menuntut pemisahan “diri” dari NKRI. Menjadi anggota legislatif yang “baik” dan “pendiam”. Sisanya menjadi oposisi dan pengritik yang “super kritis”
terhadap pemerintahan baru. Dan paling
buruk menjadi agen pemobilisasi massa.
Menjawab tentang relasi kultur sosiologis, salah seorang pemantik
diskusi menjelaskan secara social, secara massif menjadi pendukung utama
simulacra. Rakyat terjebak pada gambar dan citra sehingga kehebohan akibat “hoax” kembali menyeruak
ruang public. Dan, Masyarakat sipil sebagai pendukung utama transformasi social
tidak punya kemampuan literer, kondisi ini bersimetris dengan melemahnya daya
kritis dan tidak berfungsinya instrument-instrumen advokasi, mudah berapologi
dan secara social meluas system demokrasi yang elitis dan instan.
Peserta diskusi yang lain menguatkan tesis dari pemantik diskusi. Betapa
rezim yang sedang berkuasa melakukan tindakan pragmentasi berdasarkan issue dan
cenderung memecah kosentrasi gerakan di tingkat masyarakat sipil. Test the
water tentang berbagai kebijakan oleh rezim, misalnya kebijakan Omnibus
Law, UU KPK dan berbagai kebijakan lainnya nampaklah di elemen masyarakat sipil
terkesan gagap, gagal memamahi isue dan tidak mampu menyusun counter
narasi. Dan siasat palsu ini membuat posisi negara semakin menguat, oligarki
semakin mendapatkan tempat, narasi global menemukan jalan aman untuk masuk
sampai pada dapur-dapur masyarakat di kampung-kampung.
Lalu, bagaimana masyarakat sipil bersikap? Pemantik yang lain menjawab,
ada dua hal yang bisa dilakukan, pertama dengan jalan ideologi dan jalan
struktur, kedua melalui jalan konfrontasi dan counter narasi. Kedua
jalan yang akan di tempuh ini mesti di pandu oleh platform, manifesto gerakan
atau maklumat masyarakat sipil. Asumsinya dasarnya bahwa setiap elemen
masyarakat sipil masih memiliki komitmen dan visi dengan alur gerak dalam
mendukung prinsip-prinsip demokrasi. Secara teknis strategi jalan pintas atau
strategi memotong untuk mempercepat unifikasi gerakan bisa saja dimulai dengan
perekat issue, penguatan perspektif dalam memahami siasat palsu dan siasat yang
tercerahkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar