Neraka - Erwin Basrin

Breaking

Recent Posts

 photo Untitled-1_1.jpg

Selasa, 14 Mei 2019

Neraka


Al-Qasim kembali mengingatkan suara Bilal bin Sa’ad “wahai orang-orang yeng bertakwa, sesunggunya kalian tidak diciptakan untuk kefanaan, tapi kalian hanya berpindah dari satu alam ke alam yang lain, sebagai mana kalian dipindahkan dari tulang rusuk ke dalam rahim, dari dunia ke alam kubur, dari alam kubur ke persinggahan, dari persinggahan ke alam keabadian: Surga ataukah Neraka.!”.

Pilihan Surga dan Neraka sebenarnya adalah menjadi pilihan kita, nah.. di bulan Ramahdan ini adalah ruang dan peluang yang harus dimanfaatkan sebagai media Pembebasan kemudian meraih “Sertifikat Kemenangan”, sebagai mana yang dikatakan Rasullalah SAW, berapa banyak orang yang berpuasa, namun tidak ada yang didapatkan dari puasanya, selain lapar dan haus belaka. Dengan kata lain, kita hanya menahan makan dan minum di siang hari. Di luar itu, hakekatnya kita tidak berpuasa.
Lihat saja, betapa kita kotori nilai puasa kita dengan kejahiliyahan yang terkadang masih bersemayam di pikiran dan kemudian prilaku kita, betapa kita menikmati atas kemunafikan, pagi kita bilang mari kita anti dan perangi korupsi pada saat yang sama kita sedang melakukan korupsi, kita teriak lantang tentang Pembebasan atas penindasan dan pada saat yang sama kita lemparkan tali buat mengingkat kemudian menindas, kita pidato tentang keadilan pada saat yang sama kita sedang menegasi keadilan itu sendiri. Pantas saja rahmat, maghfirah dan itqun minannaar jauh dari kita. Kejahilan dan kemunafikan membawa kita menuju Neraka. Sayang banyak diantara kita tidak peduli.
Ingatlah, kelak kita pasti menghadapai Yaumil Hisab, hari perhitungan, tentu saja pada hari ini tidak ada ruang negosiasi apa lagi mencoba untuk “menyuap” sang Penghisab. Kita dikumpulkan disebuah tempat dan diproses dalam pengadilan Yang Maha Adil. Semua anggota tubuh kita bersaksi dan mengakui apa saja yang kita lakukan didunia. Inilah Pengadilan yang terbuka dan transfaran, tidak ada Rekayasa disini, semuanya serba jelas. Hitam dikatakan hitam, putih disebut putih. Lalu Siapkah kita.?
Sekarang kita sedang mengarungi samudera kehidupan yang tentu saja tidak fana, dan suatu ketika perjalanan ini pasti terhenti dan transit di sebuah persinggahan. Tapi seperti yang ditulis Abdul Malin bin Muhammad Al-Qasim dalam Ad-Dun ya Dhillun Zailun “jika anda tidak berjalan dengan bekal takwa anda nanti akan menjumpai orang yang lebih dulu mati membawa bekalnya, anda akan menyesal karena tidak seperti dirinya, sebab anda tidak mempersiapkan seperti yang dia siapkan”.
Mengerahkan sekali, lanjut Al Qasim, sudah tahu kematian itu benar, tapi masih sempat bersenang-senang ? sudah tahu bahwa Neraka itu benar adanya, masih saja sempat melepas tawa ? sudah melihat sendiri jatuh bangunnya dunia dengan para penghuninya, tapi masih saja bisa menikmati dunia, mengabaikan kehidupan akherat ? sudah tahu ketentuan Allah itu benar adanya, tapi masih pula menolak, berbuat kezoliman, munafik, korupsi dan mengingkari janji.
Pernahkan terlintas dipikiran kita, andai kita jadi menghuni Neraka ? mengingat Neraka, berarti membayangkan azab dan siksa yang teramat pedih. Bayangkan seringan-ringanya siksa yang diperoleh Manusia di Neraka kelak, itu dialami oleh Abu Thalib, paman Nabi, ia mendapatkan keringan siksa lantara sempat membantu perjuangan Nabi SAW. Tapi amat disayangkan, disaat kematian datang, ia tetap tak beriman.
Seringan apakah siksa yang diperolah Abu Thalib ? Ibnu Abbas meriwayatkan Sabda Rasullah SAW “Penghuni neraka yang paling ringan siksanya adalah Abu Thalib. Dia mengenakan sepasang sandal yang membuat otaknya mendidih” (HR Muslim), Na’udzubillah mindzaalik…..
Siksa yang paling ringan saja dengan otak mendidih, bagai mana kita-kita yang selalu membuat kezoliman.? Mungkin saja akan keluar dari tiap pori-pori kita Deposit Tambang, keluar berton-ton batu bara, emas, pasi besi, minyak panas, batangan kayu akibat selama hidup kita selalu membuat rusak alam dan manusia akibatnya. Dari tiap pori-pori akan keluar koin-koin uang yang dibakar sampai membara karena betapa banyak kita membuat kerugian akibat korupsi, Kemudian dari perut terloncat dan keluar kayu-kayu, semen utuh, aspal yang masih mendidih.………….
Mengapa tetap saja kita ingkar pada Rabb, Penguasa jagat ini.?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar