Dengan menghabiskan 3 hari liburan di kampung
kelahiranku, pagi ini kami pulang menuju Kota Bengkulu, kota tempat harapan
digantungkan. Bdikar, anak tertuaku yang baru kelas 2 SMP duduk disampingku bertugas
seperti co-pilot mobil navigation. Dalam
perjalanan kali ini dia seperti pemandu yang baik, dia ajukan pertanyaan sekaligus
penjelasan yang membuat mata tetap melek. Jadilah ocehannya penganti lagu-lagu
slow rock kesukaanku yang sering menemani perjalanan kami.
“Banyak sekali bedera partai?” tanya dia. Sayapun
tersenyum, pertanyaannya seperti menyindir saya yang saat ini jadi Calon
Legislator dari Partai Oposisi. Kenapa harus lewat jalur Partai untuk jadi
Wakil? Tanya dia. Bukankah bisa dipilih langsung individu-individu?. Saya diam.
Diapun diam, karena ada truk yang memuncratkan awan hitan dari knalpot. Begitu saya
melewati truk tiba-tiba Bdikar berdeklamasi. “Apa gunanya punya ilmu tinggi kalau
hanya untuk mengibuli, apa gunanya banyak baca buku kalau mulut kau bungkam
melulu…”
“Itu puisi Wiji Thukul?” Potong Saya. Dia mengangguk.
Begitu saya tanya dari mana dia tahu puisi ini. Langsung saya dia nyerocos
menjelaskan. Dia sudah 3 kali menonton film Istirahatlah Kata-Kata. Hapal dia
beberapa puisi Wiji Thukul. “dari Di Tanah Negeri Ini Milikmu Cuma Tanah Dan
Air, Apa Guna, Peringatan, sampai pada puisi Sajak Suara” Saya Hapal katanya. Diapun
tahu Sang Pemilik Puisi hilang menjelang kejatuhan Rezim Soeharto, dia tahu
berapa orang mahasiswa Trisakti yang meninggal, agenda reformasi, penjarahan
massal, Tapol PRD dan salah seorang diantara Tapol yang dia hapal namanya
adalah Ken Ndaru, yang baru-baru ini berkesempatan berkunjung ke kediaman kami.
Dia mulai mengidolakan teman akrab saya ini.
“Waktu itu Soeharto sedang di Mesir” Katanya seperti
memaksa menjelaskan, pada hal dia tahu saya ikut turun kejalan waktu itu.
“Dengan
memperhatikan keadaan di atas, saya berpendapat sangat sulit bagi saya untuk
dapat menjalankan tugas pemerintahan negara dan pembangunan dengan baik. Oleh
karena itu, saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai
Presiden RI” itu Pidato Soeharto di depan media di tangal 21 Mei 1998 katanya
sambil membenarkan letak kakinya.
“Iya,
iya..” Jawab saya sambil focus mengendalikan mobil. Dalam hati saya senang ada anak
zaman yang peduli dengan Negerinya. Begitu turun perbatasan antara Kabupaten
Kepahiang dengan Bengkulu Tengah, Dia seperti guru sejarah menjelaskan
begaimana rezim Orde Baru mengendalikan system politik, monopoli ekonomi yang
memicu ketidakadilan.
“Jika Anda bergetar dengan geram setiap melihat ketidakadilan, maka Anda
adalah kawan saya.” Itu Kata Che Guevara Pak, katanya dan langsung saya pijak
gas menjelang jalan menikung ke kiri.
“Che itu Dokter apa tantara?”
“Dokter yang memimpin sepasukan orang yang
geram melihat ketidakadilan” Jawab saya. Dia tersenyum.
“Dia berteman baik
dengan Fidel Castro pejuang revolusi dan politikus Kuba yang berhaluan komunis
dan berteman dengan Soekarno” Jelas saya.
“Ohh..” katanya
sambil megajukan pertanyaan, kenapa Komunis selalu bersebarangan dengan
Kapitalisme. Saya diam tidak menjawab, saya berusaha focus pada tikungan tajam
jalan menurun. Saya tahu dia waktu kelas 3 SMP suka membaca buku komik Marxisme
untuk Pemula, jadi tidak perlu saya jelaskan.
Melihat saya tidak
merespon, ngerocosnya meloncat pada Sang Fuhrer, Hitler. “Kenapa Hitler banyak
membunuh Yahudi,?” Tanyanya. Begitu saja mau menjawab dia langsung potong
seperti kebiasaanya untuk mendapatkan jawaban utuh dan detai.
“Sepanjang Perang Dunia II, pada 1939-1945,
Nazi dan sekutunya bertanggung jawab atas kematian setidaknya 11 juta orang,
termasuk enam juta orang Yahudi.”
“Pembunuhan massal yang dilakukan oleh Nazi
dikenal sebagai Holocaust.” Potong saya.
“Kenapa Hitler ini begitu kejam?” Tanyanya.
“Kenapa Hitler ini begitu kejam?” Tanyanya.
“Begini,” Jawab
saya.
“Setelah Perang Dunia I berakhir, Hitler
kembali ke Munich dan meneruskan kerjanya di militer Jerman.”
“Sebagai petugas yang jenius, dia memantau
aktivitas Partai Buruh Jerman dan
mengadopsi banyak paham anti-Yahudi, nasionalis, dan anti-Marxisme. September
1919, Hitler bergabung dengan DAP, mengubah namanya menjadi
Nationalsozialistische Deutsche Arbeiterpartei (NSDAP), atau lebih sering
disingkat dengan Nazi.”
“Dia segera menjadi terkenal karena pidatonya
melawan Perjanjian Versailles, politisi saingannya, Marxisme dan Yahudi. Pada
1921, Hitler terpilih sebagai ketua partai Nazi.”
“Ohh..” katanya. Saya tahu dia mau mengajukan
pertanyaan. Karena di depan ada WC Umum, saya parkirkan mobil pas di depan
pintu WC. Begitu keluar WC saya lihat dia sudah pindah ke bangku belakang,
adiknya yang baru kelas 3 SD mengantikan posisi co-pilot mobil navigation. Saya menjadi tenang bisa lebih focus mengendalikan mobil dan cerita
kami menuju Kota Bengkulu pasti lebih ringan. Biasanya tentang Alan Walker,
tentang Marshmellow, tentang Mobil Legends. Begitu saya putar music, eh..
muncul suara Alan Walker. Faded-pun menjadi teman pertama perjalanan kami.
You were the shadow
to my light
Did you feel us
Another start
You fade away
Afraid our aim is out of sight
Wanna see us
Alive
Did you feel us
Another start
You fade away
Afraid our aim is out of sight
Wanna see us
Alive
Ternyata anak Kelas 3 SD hapal pula lirik lagunya Alan Walker. Saya
senyum-senyum saja menikmati alunan lirik yang keluar dari sound system dan yang
keluar dari mulut mungil anakku yang minggu lagu baru saja selesai di sunatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar