Perubahan Iklim dan Perjuangan Agraria: Membangun Politik yang Cukup Anti-Kapitalis - Erwin Basrin

Breaking

Recent Posts

 photo Untitled-1_1.jpg

Rabu, 16 Juli 2025

Perubahan Iklim dan Perjuangan Agraria: Membangun Politik yang Cukup Anti-Kapitalis



Membaca Jurnal of the Peasen Study "Climate change and agrarian struggles: an invitation tocontribute to a JPS Forum" yang di tulis secara kolaboratif oleh Saturnino M. Borras Jr. a , Ian Scoones b, Amita Baviskarc, Marc Edelman d,Nancy Lee Pelusoe and Wendy Wolford. Saya menjadi dan mulai paham perubahan iklim hari ini tidak hanya menjadi tantangan ekologis, tetapi juga ladang kontestasi politik dan ekonomi yang sangat intens. 


Dalam esai pemantik Forum The Journal of Peasant Studies (JPS), Borras Jr., Scoones, Baviskar, Edelman, Peluso, dan Wolford mengajak kita untuk melihat ulang hubungan antara perubahan iklim dan perjuangan agraria melalui lensa studi agraria kritis. Esai ini bukan hanya ulasan akademik; ia adalah undangan untuk menyusun ulang strategi politik dan analisis struktural di tengah krisis planet.


Penulis menekankan bahwa perubahan iklim tidak bisa dipahami semata-mata sebagai hasil dari emisi gas rumah kaca, melainkan sebagai hasil dari relasi sosial dan ekonomi yang timpang, terutama yang dikendalikan oleh logika akumulasi kapitalisme. Kapitalisme tidak hanya menyebabkan degradasi lingkungan; ia juga memproduksi ketidakadilan secara sistemik melalui kolonialisme, ekstraktivisme, dan eksploitasi tenaga kerja, terutama di kawasan pedesaan.


Di sinilah pentingnya menyambungkan studi iklim dengan studi agraria. Pedesaan bukan hanya ruang yang terkena dampak perubahan iklim, tetapi juga menjadi ruang perlawanan. Komunitas agraris seperti petani, nelayan, pastoral, dan buruh tani tidak hanya menghadapi perubahan iklim secara material, tapi juga menghadapi bentuk-bentuk baru enclosure (pengambilalihan lahan), penggusuran, dan intervensi teknokratis yang diklaim sebagai solusi iklim.


Penulis memetakan empat narasi besar yang kini bersaing dalam arena wacana dan kebijakan iklim:

  • Narasi teknologi-korporatis: Mengandalkan pasar dan inovasi untuk mengatasi krisis, namun tetap melestarikan logika akumulasi kapital.
  • Narasi darurat iklim: Menyerukan tindakan cepat, namun sering kali berpotensi otoriter dan mengesampingkan demokrasi partisipatif.
  • Narasi keadilan iklim: Mendorong transisi adil dengan menekankan hak atas reparasi, redistribusi, dan partisipasi masyarakat terdampak.
  • Narasi transformasi struktural: Menyerukan perubahan radikal terhadap sistem ekonomi-politik melalui agroekologi, kedaulatan pangan, dan reforma agraria sejati.


Lebih jauh, esai ini menyoroti strategi perjuangan yang dapat digunakan untuk menghadapi kapitalisme di era krisis iklim. Mengadopsi kerangka dari Erik Olin Wright, penulis memetakan lima logika perjuangan: smashing (menghancurkan), dismantling (membongkar), taming (menjinakkan), resisting (melawan), dan escaping capitalism (melarikan diri dari kapitalisme). Penulis tidak menganjurkan hanya satu strategi tunggal, melainkan mendorong kombinasi taktik dari atas dan bawah dari negara dan dari gerakan rakyat untuk mengikis kapitalisme secara bertahap.


Namun tantangannya besar. Struktur kelas di pedesaan telah berubah drastis. Kelas buruh tani, pekerja tidak tetap, dan migran desa telah menggantikan figur “petani kecil” klasik. Aliansi politik pun mengalami disrupsi: partai kiri melemah, NGO mengambil alih ruang mobilisasi, sementara populisme otoriter mengakar di wilayah pedesaan dengan menjanjikan proteksi palsu atas ‘tanah air’. Pertanyaannya kini: bagaimana membangun gerakan agraria yang transformatif dalam lanskap politik yang terfragmentasi dan dikooptasi?


Esai ini menutup dengan ajakan terbuka: bisakah kita membayangkan dan membangun sebuah gerakan yang cukup anti-kapitalis, trans-environmental, dan agraris untuk menjawab tantangan iklim? Untuk itu, penulis menyarankan agenda riset masa depan yang mengaitkan kelas, ras, gender, dan relasi kekuasaan dalam perjuangan iklim pedesaan, dengan titik tolak pada kondisi lokal yang dikaitkan dengan dinamika global.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar