Beberapa
minggu ini terjadi anomali cuaca di kotaku, cuaca sulit sekali di
mengerti. Pagi cerah, siangnya hujan dan sorenya mendung malamnya
langit berbintang. Aku tidur-tiduran saja hari ini sambil membaca
buku Muhammad Iqbal dan Rekonstruksi Pemikiran Religius dalam Islam.
Dalam
buku ini Iqbal mengugat supremasi akal. Katanya, tukang tak dapat
mengerjakan rencananya tanpa terlebih dahulu memilih serta memisahkan
bahannya dan situasi-situasi alamiah bahan-bahan tersebut, sedangkan
alam membentuk suatu sistem dari bagian-bagian yang seluruhnya
interpenden. Bagi Iqbal proses alam tidak analog dengan kerja seorang
arsitek, yang karena harus terlebih dahulu memisah serta menyatukan
bahan-bahannya tak dapat menyamai evolusi keseluruhan organik yang
terjadi pada alam.
Aku
membaca pelan-pelan buku berat bersampul warna merah ini.
Kosentrasiku tergangu ketika Javas Titon, anak bungsuku datang dengan
Es krim murahan di tangan kanannya.
“Abang tadi bohong pak”
katanya menganggu
“Bohong?” tapi mataku
masih mengikuti deretan huruf karya Iqbal
“Tadi dia bilang mau beli Es
krim, tapi sampai Warung di beli Permen dan Cokelat" dia
kemudian duduk di sampingku. Dia sepertinya terganggu dengan
abangnya, seharusnya dia dapat dua buah es krim karena perbuatan
Abangnya dia kemudian hanya dapat satu es krim. Aku tersenyum.
“Begini.” jelasku
“Niat adalah tindakan Jiwa
dan perbuatan adalah tindakan raga,”
“Dalam hukum
kausalitas
(sebab-akibat) sebagai hukum
yang mengatur alam semesta.”
“Tindakan itu bisa di
periksa dari niat.” Aku tidak sadar masih mengarungi kontruksi
berpikir Iqbal.
Javas Titon melongo, es
krimnya mencair, belepotan disekitar mulut dan mulai menetes ke
lantai. Aku buru-buru ambil tisu, tetesan es krim ini akan berakibat
intonasi suara ibunya akan melengking kencang nanti.
Bdikar datang tersenyum-senyum
menampakan tanda-tanda kemenangan terhadap adiknya. Javas Titon
cemberut, keningnya membentuk angka sebelas. Dia kalah karena di
kibuli.
Aku diam. Siapa yang harus Aku
bela.
Lalu, keduanya berlari keluar.
Dan aku berpikir tentang sebab dan akibat. Kausalitas, demikian
bisanya untuk menyebut keduanya.
Kalau aku lapar maka aku
pasang niat untuk kenyang, Makan itu adalah tindakan. Karena Makan
adalah kata kerja. Kemudian ada material pendukung misalnya Petai,
Nasi, Daging Landak, Daging Sapi, Ular dan Daging Babi. Dalam
Kepercayan Agamaku, daging Babi itu haram, titik. Tapi makan itu
wajib. Kalau tidak ada yang bisa dimakan selain Daging babi maka
Daging Babi itu bolehlah dimakan. Dalam kasus ini Niatnya sudah
benar, caranya bagus tapi alat, suasana, material pendukung harus di
periksa melalui rute kausalitas.
Pada akhirnya kita bisa
periksa apakah niat benar perbuatan salah? niat salah perbuatan
benar? keduanya salah atau keduanya benar?. Ini membingungkan.
Aku berpikir keras. Sepertinya
telencephalon
yang merupakan bagian
yang paling menonjol
dari otakku bergetar dan mulai memproses semua kegiatan intelektual.
Lalu seperti lapisan buku saja, halaman pertama tertulis tentang
prinsip dalam
kausalitas, yang menyatakan bahwa setiap peristiwa mempunyai sebab,
dan dalam hukum keniscayaan menyatakan bahwa setiap sebab niscaya
melahirkan akibat alamiahnya dan bahwa tidak mungkin akibat terpisah
dari sebabnya serta hukum keselarasan yang lahir dari hokum
kausalitas menyatakan bahwa setiap himpunan alam yang secara esensial
mesti selaras, mesti pula selaras dengan sebab dan akibatnya.
Aku tersenyum sendiri, rokok
putih kemudian menyala, asap bercampur 14 Mg Tar dan 1,0 Mg Nikotin
memenuhi ruang ronga mulutku, sebagian keluar lewat hidung. Asap ini
ternyata mampu memicu kegiatan intelektual telecephalon.
Searching selanjunya menemukan Teori
conditio sine qua non, hukum
yang pertama kali dicetuskan pada tahun 1873 oleh Von
Buri, ahli hukum
dari Jerman. Dia mengatakan bahwa tiap-tiap syarat yang menjadi
penyebab suatu akibat yang tidak dapat dihilangkan (weggedacht)
dari rangkaian
faktor-faktor yang menimbulkan akibat harus dianggap “causa”
(akibat).
“Tiap faktor tidak diberi
nilai, jika dapat dihilangkan dari rangkaian faktor-faktor penyebab
serta tidak ada hubungan kausal dengan akibat yang timbul. Dalam
perkembangan teori
Von Buri banyak
menimbulkan kontra dari para ahli hukum, sebab teorinya dianggap
kurang memperhatikan hal-hal yang sifatnya kebetulan terjadi ).
Selain itu teori ini pun tidak digunakan dalam hukum pidana karena
dianggap sangat memperluas dasar pertanggungjawaban (strafrechtelijke
aansprakelijheid).”
Mulutku komat kamit, mata berputar dari arah kiri ke kanan, seperti
ada suara di rongga dada dan mulutku tersenyum. Senyum itu kemudian
mengarahkanku pada narasi Delik materil yang ada di pasal 338, 351,
187 KUHP, “Tujuan pada akibat adalah sebab dari pada akibat. Disini
dicari banyak atau beberapa sebab yang dinamakan syarat dari
akibat itu. Adalah tiap perbuatan yang merupakan syarat dari akibat
apabila perbuatan itu tidak dapat ditiadakan untuk menimbulkan suatu
akibat.” Aku berhenti, narasi ini membingungkanku. Narasi ini Aku
dapati hanya dari membaca sekilas dari beberapa buku.
Tiba-tiba egoisme
intelektualku muncul. Aku mencoba menjahit-jahit persoalan dengan
pengetahuan intelektualku. Sebagai orang yang dibesarkan dengan Ilmu
exsact
meskipun selalu mendapatkan nilai C dalam mata kuliah Fisika dan
Mekanika Teknik, Aku mencoba menyambungkan kausalitas ini dengan
Superposisi dalam Fisika Kuantum.
“Begini,” batinku. Hukum
fisika klasik dimungkinkan, bahwa urutan peristiwa adalah bersifat
tetap, objek bisa kehilangan sifat-sifat klasiknya yang sudah
terdefinisi dengan baik, seperti misalnya sebuah partikel yang bisa
berada di dua lokasi yang berbeda pada saat yang sama.
Aku masih ingat betul dengan
penjelasan Superposisi ini. Ketika kelas 3 SMP, Bapak Idrus Zaman,
Guru Fisika yang dijari kelingking kanannya selalu menempel Cincin
akik yang di beri nama “Bagero” katanya Bagero artinya Bodoh!
Bagero ini selalu saja tiap pagi minta sarapan. Batu cincin ini akan
beradu dengan kepala yang tidak menyelesaikan Pekerjaan Rumah atau
tidak bisa menjawab setiap pertanyaan Fisika yang ditanyakan si tuan
Bagero.
Di jam pertama habis upacara
bendera. Pak Idrus Zaman menjelaskan kepada kami tentang Superposisi
dalam Teori Fisika Kuantum.
“Penjelasan Sederhana pada
pola Superposisi adalah peristiwa yang diatur berdasarkan waktu”
Jelasnya sambil membelai Si Bagero yang melotot seperti mau meloncat
dari gagangnya. Itu kode agar kami harus memperhatikan baik-baik jika
tidak mau Bagero mendarat di kepala.
“Suatu sebab hanya bisa
mempengaruhi akibat di masa depannya bukan di masa lalu.”
“Contoh sederhananya
begini,” Lanjutnya.
“Bayangkan seseorang
bernama Andom berjalan memasuki sebuah ruangan dan menemukan
secarik kertas. Setelah membaca pesan yang tertulis di atas kertas
itu, Andom menghapusnya dan menggantinya dengan pesan darinya
sendiri. Di waktu yang berbeda, seseorang yang lain, bernama Elsa,
memasuki ruangan yang sama serta melakukan hal yang sama: membaca isi
pesan, menghapusnya dan menulis ulang pesan sendiri ke atas kertas
tersebut. Jika Elsa memasuki ruangan itu setelah Andom, ia akan mampu
membaca apa yang ditulis Andom; namun Andom tak akan punya peluang
untuk mengetahui isi pesan dari Elsa.” Aku mencatat penjelasannya
di buku tipis bersampul warna hitam yang di belikan ibuku di pasar
desa minggu lalu.
Aku sibuk membuat tulisan dan
kesimpulan sendiri.
“Erwin” tiba-tiba
penjelasannya berhenti dan aku terkejut dan kaget sendiri. Jantungku
bergetar takut kepalaku jadi sarapan Bagero.
“Coba jelaskan analogi yang
aku jelaskan tadi” pertanyaanya mengandung ancaman dan aku harus
waspada.
“Bahwa dalam kasus ini,”
Aku gugup dan terbata-bata menjawab.
“Pesan Andom adalah “sebab”
dan apa yang dibaca Elsa adalah “akibat.” Tiap kali keduanya
mengulang prosedur tersebut, hanya satu yang akan mampu membaca apa
yang ditulis oleh yang lain. Bahkan sekalipun mereka tidak
saling melihat dan tidak mengetahui siapa yang pertama kali memasuki
ruangan, mereka bisa menyimpulkannya dari apa yang mereka baca
dan tulis di atas kertas. Misalnya, Andom menulis “Andom
datang ke sini hari ini,” maka jika Elsa membaca pesan tersebut, ia
akan tahu bahwa dirinya memasuki ruangan itu sesudah Andom.”
Dia tersenyum pertanda aku selamat dari hantaman Bagero.
“Teori
ini menyodorkan langkah penting menuju pemahaman bahwa urutan kausal
yang definitif mungkin tidak menjadi sifat yang wajib di alam.
Tantangan yang sebenarnya adalah mencari tahu di bagian alam mana
kita harus mencari superposisi dari urutan kausal,” Dia melanjutkan
penjelasannya dan itu mengkonfirmasikan bahwa aku aman dari serangan
Bagero.
“Sebuah
kerangka kerja bagi mekanika kuantum ini mendemonstrasikan
kemungkinan bagi dua agen untuk melakukan tugas komunikasi di mana
hal ini mustahil untuk menyebut dengan pasti siapa mempengaruhi
siapa.” Aku semakin bersemangat menulis penjelasanya.
Aku kemudian menuliskan
kesimpulan dua jam belajar Fisika di bawah tekanan Bagero. Aku
kemudian mengerti ketika sebuah sistem kuantum (atom, elektron)
mengalami superposisi, setiap kemungkinan memiliki sebuah “nilai”.
“Nilai” ini bersifat unik, tertentu, dan menghubungkan dua
keadaan, yakni; masa kini dan masa depan. Meskipun demikian, semua
kemungkinan tersebut saling
terikat dan memiliki
fase yang sama. Dan, apabila pengamatan dilakukan, maka salah satu
probabilitas akan menyesuaikan fasa dengan lingkungan. Sedangkan yang
lainnya mengalami pergeseran fase, menjadi tak bisa teramati oleh
kita.
Suara televisi yang menyiarkan
berita tentang kasus Penistaan Agama. Itu menghentikan Petualangan
bentangan jiwa intelektualku. Aku berpikir, kalau saja para penegak
hukum itu belajar tentang Superposisi dibawah tekanan Bagero maka
mereka tidak hanya memeriksa titik dan koma dalam delik kasus ini.
Tetapi mereka akan periksa Niat si Ahok yang merupakan aplikasi
tindakan Jiwa dan perbuatan yang merupakan tindakan raga meskipun
tidak mudah untuk
menentukan apa yang dianggap sebagai sebab terjadinya suatu akibat
yang dilarang oleh hukum
pidana, karena suatu
akibat dapat timbul disebabkan oleh berbagai faktor yang saling
berhubungan.
Bukankah, di
dalam ilmu pengetahuan hukum pidana ajaran Kausalitas ini bertujuan
untuk memberikan jawaban atas pertanyaan bilamanakah suatu perbuatan
dipandang sebagai suatu sebab dan akibat yang timbul atau dengan
perkataan lain ajaran Kausalitas bertujuan untuk mencari hubungan
sebab dan akibat seberapah jauh akibat tersebut ditentukan oleh
sebab. Di kampungku ada istilah untuk mengawali telusur kausalitas
“Ayam hitam terbang malam, hinggap di kayu rindang rimbun, suara
ada tampak tidak”. Pada posisi ini benar adalah Benar dan salah
adalah salah, salah bisa benar, benar bisa salah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar