Tulisan Lepas dari Ruang Asa - Erwin Basrin

Breaking

Recent Posts

 photo Untitled-1_1.jpg

Senin, 19 Januari 2015

Tulisan Lepas dari Ruang Asa

Ruangan itu sumpek, bau pesing dan pengap menyeruak karena memang ada WC yang jarang sekali disiram ditambah sirkulasi udara yang tidak lancar. Seriring lagu Till Deatd Do Us Partnya Whit Lion, kepesingan ruang itu membuat pikiranku jauh melayang kemudian hinggap pada sebuah perkampungan yang masyarakatnya sebagian besar lupa siapa Presidennya, tidak tahu berapa sebenarnya roda becak dan tidak bisa berbahasa Indonesia dengan baik dan benar.


Sebutlah perkampungan itu adalah Tik Mereng, sebuah perkampungan yang ada jauh sebelum Negara ini ada, Perkampungannya tidaklah asri, jalanannya berlumpur dan basah akibat campuran lumpur, kotoran sapi dan kerbau, penduduknya seperti pribumi lainya, tapi yang membedakan mereka cuma kontur kulit yang dekil dan kurus, mirip seperti terserang TBC akut. Tapi sorotan mata mereka bisa menembus jauh menusuk hati dan jantungku, seakan mereka mengajariku tentang hidup, bahwa hidup adalah medan laga dan terus bertarung, bahwa hidup itu haruslah terus berjalan. Bahwa hidup tidak memerlukan kebaikan, melainkan kekuatan, bukan kebaikan dan kerendahan hati melainkan kebanggan diri, bukan altruisme melainkan kecerdasan tajam. Dan hukum kehidupan bukanlah hukum yang dibuat manusia melainkan dibuat alam, dan ternyata demokrasi yang didengungkan itu bertentangan dengan kenyataan dan realita seleksi alam, dan keadilan berlawanan dengan kekuasaan.

Mereka pasti tidak tahu Friedrich Nietzche, tapi tentu mereka tahu siapa yang menang dan kuat dialah yang berkuasa, mereka kemudian tahu bahwa kuasa Tuhan kalah dengan kuasa rekayasa manusia, bagi mereka Tuhan telah mati ketika penetrasi kuasa modal dan kuasa politik merasuki struktur sosial mereka.

Aku kemudian duduk di kursi bambu rapuh di sebuah warung yang berada di sudut perkampungan, warung itu hanya menjual terasi dan garam, tidak ada lagu perlawanan, tidak ada nada protes, tidak ada rencana aksi, tidak ada ratapan doa, mereka adalah orang-orang yang dikalahkan oleh realita seleksi alam, di kalahkan oleh realita rekayasa kepentingan tangan tak tampak yang tentu saja berada jauh dari perkampungan mereka.
Lagu Cry for Freedomnya  White Lion membuyarkan lamunanku tentang perkampungan yang gersang itu. Lalu kenapa tiba-tiba pikiran dan imajinasiku terbang menuju lokalisasi ilegal yang ada di kotaku….??

Tidak ada komentar:

Posting Komentar